MUNJUL,- – Nasib petani di Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Setelah hasil panennya
menurun drastis karena diserang hama, mereka juga harus menjual hasil
panennya ke tengkulak dengan harga yang sangat murah.
Diungkapkan oleh seorang petani di Kecamatan Munjul, Ranta (34), dia menjual gabah kering kepada tengkulak Rp360 ribu per kintal. Artinya harga tersebut sama dengan Rp3.500 per kilogramnya. Dia memaparkan hasil panen dari sawah seluas 5000 meter persegi, mendapat 15 kintal gabah. Dari hasil tersebut jika dijual semua senilai Rp5,4 juta. Sedangkan jika kebutuhan selama mengelola dirinci, dia menyebutkan sekitar Rp2,4 juta.
“Biaya obat-obatan, pupuk, buruh tandur dan lainnya sekitar Rp 2,4 juta. Itu belum bayar buruh yang menuai,” katanya.
Sedangkan untuk membayar buruh yang menuai dengan cara bagi hasil. Hasil panen akan dibagi enam bagian, satu bagian untuk buruh tani, dan lima bagian untuk pemilik sawah. Jika hasil jual panen sebesar Rp5,4 juta, maka hak buruh sebesar Rp900 ribu.
“Jadi hasil jual gabah sebesar Rp5,4 juta, dipotong bagi hasil sama biaya waktu mengolah sawah. Paling ada sisa Rp2,1 juta,” ujarnya.
Ia menaksir, hasil panen tidak mencukupi kebutuhan hidup selama masa tani sekitar tiga bulan. Sedangkan siklus pertanian di daerah tersebut hanya dua kali setiap tahunnya.
“Biasanya dapet dua ton lebih, tapi sekarang berkurang karena ada hama, begitu juga dengan harga padi biasanya nyampe Rp500 ribu, ini cuma Rp360 ribu” katanya.
Menurut Ranta, salah satu penyebab menurunnya pendapatan petani adalah tidak adanya pembelian gabah oleh pemerintah. Kondisi itu membuat mau tak mau petani menjual hasil panenya kepada tengkulak.
Diungkapkan oleh seorang petani di Kecamatan Munjul, Ranta (34), dia menjual gabah kering kepada tengkulak Rp360 ribu per kintal. Artinya harga tersebut sama dengan Rp3.500 per kilogramnya. Dia memaparkan hasil panen dari sawah seluas 5000 meter persegi, mendapat 15 kintal gabah. Dari hasil tersebut jika dijual semua senilai Rp5,4 juta. Sedangkan jika kebutuhan selama mengelola dirinci, dia menyebutkan sekitar Rp2,4 juta.
“Biaya obat-obatan, pupuk, buruh tandur dan lainnya sekitar Rp 2,4 juta. Itu belum bayar buruh yang menuai,” katanya.
Sedangkan untuk membayar buruh yang menuai dengan cara bagi hasil. Hasil panen akan dibagi enam bagian, satu bagian untuk buruh tani, dan lima bagian untuk pemilik sawah. Jika hasil jual panen sebesar Rp5,4 juta, maka hak buruh sebesar Rp900 ribu.
“Jadi hasil jual gabah sebesar Rp5,4 juta, dipotong bagi hasil sama biaya waktu mengolah sawah. Paling ada sisa Rp2,1 juta,” ujarnya.
Ia menaksir, hasil panen tidak mencukupi kebutuhan hidup selama masa tani sekitar tiga bulan. Sedangkan siklus pertanian di daerah tersebut hanya dua kali setiap tahunnya.
“Biasanya dapet dua ton lebih, tapi sekarang berkurang karena ada hama, begitu juga dengan harga padi biasanya nyampe Rp500 ribu, ini cuma Rp360 ribu” katanya.
Menurut Ranta, salah satu penyebab menurunnya pendapatan petani adalah tidak adanya pembelian gabah oleh pemerintah. Kondisi itu membuat mau tak mau petani menjual hasil panenya kepada tengkulak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar